Syubbanul Yaum Rijalul Ghad

(Pemuda Zaman Now, Pemimpin Masa Depan)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat telah memberi dampak terhadap perubahan di segala bidang, baik ekonomi, politik, sosial, budaya maupun pendidikan. Pendidikan umum saat ini sepertinya belum cukup mampu memberikan perbaikan moral bagi kalangan remaja. Padahal, perbaikan moral, sangatlah penting. Oleh karena itu, kita perlu menanamkan pendidikan Islam bagi bangsa, terutama untuk generasi muda.

Saat ini, orang tua selalu menekankan bagaimana anaknya sekolah, dan menitik beratkan kepada: Pertama, tujuan keilmuan artinya setiap orang memasuki sesuatu sekolah ia harus memperoleh ilmu pengetahuan atau sains. Kedua, tujuan keterampilan kerja. Artinya, setiap lulusan sekolah harus mampu bekerja atau mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yang pada akhirnya untuk bekerja juga. Ketiga, tujuan kesehatan dan kekuatan fisik.

Artinya setiap lulusan harus mengetahui cara sehat dan cara menjadi orang kuat.
Jadi, sebenarnya orang tua ingin anak-anaknya sekolah dan mendapatkan tiga materi pokok, yaitu: materi kegiatan untuk tujuan penguasaan ilmu (sains), materi kegiatan untuk tujuan penguasaan kemampuan kerja, dan materi kegiatan untuk tujuan sehat serta kuat. Tujuan pendidikan sekular ini hampir tidak menyinggung pendidikan moral/akhlak.

Dapatlah dikatakan bahwa sistem pendidikan sekular sekarang ini sering mengalami krisis yang akut. Itu tidak lain karena proses yang terjadi dalam pendidikan yang hanya sekedar pengajaran yang bersifat duniawi semata. Bahkan, Ahmad Tafsir (2014) menyatakan bahwa peradaban barat dan sistem pendidikannya hancur dan gagal dalam memanusiakan manusia berawal dari dasar paradigma yang digunakan adalah Rasionalisme dan Materialisme tersebut.
Filosofi pendidikan Barat yang sekular tentu berbeda dengan filosofi pendidikan dalam Islam.

Dalam Islam tujuan pertama  pada sekolah maupun luar sekolah dititikberatkan dalam pembentukan kepribadian dan akhlak seorang muslim. Al-Abrasyi misalnya, menjelaskan bahwa kurikulum sekolah harus mendahulukan pembentukan rohani atau hati. Ini berarti pelajaran ketuhanan atau akidah harus diberikan (lihat Al-Abrasyi, 1974:173-186). Ini pertama dan utama.

Sedangkan Al-Qurthubi menyatakan bahwa ahli-ahli agama Islam membagi pengetahuan menjadi tiga tingkatan yaitu pengetahuan tinggi, pengetahuan menengah, dan pengetahuan rendah. Pengetahuan tinggi ialah ilmu ketuhanan, menengah ialah pengetahuan mengenai dunia seperti kedokteran dan matematika, sedangkan pengetahuan rendah ialah pengetahuan praktis seperti bermacam-macam keterampilan kerja. Ini artinya bahwa pendidikan iman atau agama harus diutamakan.

Menurut pandangan Islam, pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Telah kita buktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama, dapat menghancurkan tatanan kehidupan bersama dan bermasyarakat. Bahkan, ini dapat menghancurkan negara dan dunia. Lulusan sekolah yang tidak dilandasi dengan pendidikan agama akan sulit untuk mereka menjawab tantangan global masa akan datang. Oleh karena itu, mengingat pentingnya pendidikan Islam terutama bagi generasi muda, semua elemen bangsa perlu mengembalikan pendidikan Islam di sekolah-sekolah baik formal maupun informal. Ada tiga hal yang sangatg perlu diajarkan kepada anak didik yaitu:

Pertama, Pendidikan akidah. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk mencetak generasi muda masa depan yang tangguh dalam imtaq (iman dan taqwa) dan terhindar dari aliran atau perbuatan yang menyesatkan kaum remaja seperti Islam radikal, penyalagunaan narkoba dan pergaulan bebas, tawuran yang akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan oleh para orang tua. Dan pendidikan akidah (keimanan) ini adalah pondasi yang harus kokoh dimiliki oleh remaja saat ini.

Kedua, Pendidikan ibadah. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak kita untuk membangun generasi muda yang punya komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah. Seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an yang saat ini hanya dilakukan oleh minoritas generasi muda kita. Bahkan, tidak sedikit anak remaja yang sudah berani meninggalkan ibadah-ibadah wajibnya dengan sengaja. Di sini peran orang tua dalam memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya sangat diperlukan.

Ketiga, Pendidikan akhlak. Ini merupakan hal yang harus sungguh-sungguh mendapat perhatian ekstra dari semua pihak terutama para orang tua dan para pendidik baik lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (keluarga). Pendidikan akhlak akan melahirkan generasi rabbani, atau generasi yang bertaqwa, cerdas, dan berakhlak mulia.

Penanaman pendidikan Islam bagi generasi muda bangsa tidak akan bisa berjalan secara optimal kalau tidak ada keterlibatan serius dari semua pihak. Oleh karena itu, semua elemen bangsa, baik pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, orang tua maupun lainnya harus memiliki niat dan keseriusan untuk melakukan ini. Harapannya, generasi masa depan bangsa ini adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak mulia.

Lalu, pendidikan nasional sebaiknya dirancang seperti apa? Pendidikan nasional, menurut saya, perlu mengintegrasikan akal dan iman. Kita sudah saatnya untuk tidak melulu mengandalkan pendidikan sekuler (rasionalisme) yang berbasis materialisme semata. Kita sudah waktunya harus mendidik anak-anak kita sebagai penerus generasi bangsa dengan pendidikan keimanan yang berpusat pada Ketuhanan yang Maha Esa.

Oleh : Achmad Syarifudin, S.Pd.I

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *